Rabu, 03 Juni 2009

Sang kenek dan anak sekolah

Bro, pernah ga kita ngerasa klo segala sesuatu yang dilakuin kayaknya useless, no meaning alias do not make any sense? hari ini w kayak gitu,lho. Sesekali kita rasain hidup tu sempit, sesak hingga sulit rasanya kita menemukan sedikit ruang untuk bernapas. Ada kalanya kita menjadi tidak percaya diri dan lupa dengan segala sesuatunya.

Kadang, seseorang yang lebih sukses dari kita nampak jauh lebih bersinar dari kita. seolah kita berada di bawah. Kesuksesan sepertinya takkan mampu kita raih. kita terlampau silau dengan ketenaran dan keberhasilan rekan-rekan kita hingga sampai pada titik dimana kita tidak mampu melihat potensi diri lebih ke depan. Buruk akibatnya buat kita. Setiap mata terbangun adalah sama ketika pandangan kita terpejam. Kita bahkan ga tw apa hari ini gelap atau terang.

Dalam sela kepenatan yang kurasakan, aku menaiki angkutan jurusan terminal Kp. Rambutan. hening suara penumpang karena terkalahkan oleh gaduhnya riuh mesin berbahan bakar solar tersebut. Sejenak, aku mengamati gerak-gerik kondektur di dalam bis (baca :kenek). Keringat campur debu jalanan mengusik wajah sang kenek saat mengamati penumpang yang duduk ataupun berdiri di tepi jalan. Sang kenek tidak berpikir sistematis, ia hanya membaca situasi. Penumpang mana yang hendak naik pastilah mengayunkan tangannya menyetop mobil yang ditumpanginya sekarang. Kalaupun tidak, biasanya penumpang berdiri di tepi jalan seraya menggoyang / menoleh sambil merendahkan lehernya sedikit agak ke bawah. Mungkin, maksud penumpang tersebut mengintip bagaimana tingkat kepadatan muatan di angkot tersebut. Jika kosong, naik..jika tidak, ia urungkan langkah. Demikian naluri insting kenek itu berjalan rutin.

Belum tuntas aku mengamati, sang kenek berjalan menuju ke tempat dudukku. Kurogoh dompet di belakang celanaku, "ah, dua ribu..untunglah..pikirku." Tak lama, sang kenek menagih orang yang duduk di sampingku. orang tersebut adalah sosok cowok belia berusia belasan. Terlihat dari dandanan seragam dan sepatu skate yang dipakainya. tanpa menatap, cowok ABG itu memberikan sejumlah uang receh.

Ehm, de,kurang neh."keluh sang kenek. "anak sekolah,bang..deket depan doang, tutur anak itu.
500 lagi,de..setoran naik,neh."
anak muda itu tidak menyahut. Diam terdiam seribu bahasa. Entah apa yang tertanam dalam pikiran anak sekolah tersebut. Mungkin, otaknya terlampau muda, mengingat cerebrumnya belum mengikat memori-memori pengalaman pahit kehidupan.kontras dengan pembentukan kepribadian sang kenek, Ia tidak bergeming meski sang kenek berulang kali menegur anak tersebut.

hmm..kasian juga yaa.....
"lho, siapa yang harus dikasihanin?, anak sekolah itu atau sang kenek..entahlah, toh kita juga sering seperti itu kan. Kadang, kita berpikir naif "keneknya juga c yang rese"..sementara, kita ga tw suara hati sang kenek. .yaa, mungkin ini hanya sebuah bahasa bijak, klo memang dia rese, kenapa sampe sekarang w ga pernah ngeliat ada seorang kenek yang bisa berpenghasilan besar dengan cara yang kita anggap "rese tadi". padahal, bukankah klo mang dia rese dan memaksakan kehendaknya, pasti keuntungan yang diperolehnya sedikit lebih banyak,bukan.

terlepas dari sang kenek diikat setoran atau tidak, w belajar bahwa sukses bukan diukur dari banyak harta,. Tapi, sampai sejauh mana ia yakin rejeki sudah menjadi jaminan hidup baginya. Ia menjemput rezeki dan bukan mencari rezeki. klo "framenya menjemput" sudah pasti kita yakin klo rejeki akan selalu ada buat kita. Sebaliknya, klo "mindset kita mencari rejeki, yang timbul adalah upaya kita untuk mendapatkan rejeki dengan cara apapun. termasuk pemaksaan atau korupsi..bukan begitu brur....